"Lho, ini pagi-pagi koq
sudah ngributin masalah toilet sih? Apa gak ada materi yang lain, Mas
Prie?" Barangkali -- diantara pembaca -- ada yang berfikiran begitu, saat
membaca judul diatas. Ya tidak apa-apa, itu wajar dan bisa dipahami. Karena,
mungkin ada (sebagian) pembaca, yang merasa kurang nyaman masalah 'urusan
belakang' dibicarakan secara terbuka, di forum umum seperti 'Secangkir Teh'
ini. Meski, sebenarnya tidak 'tabu' juga, kalau masalah fasilitas sanitasi
dasar masyarakat ini, dibahas dari sisi kepentingan publiknya.
Saya sengaja menyorot sarana toilet
umum -- dalam konteks tulisan ini, bisa di kantor, di mall, di terminal, atau
fasilitas umum lainnya -- karena mayoritas layanannya masih 'jauh' dari standar
yang diharapkan. Maksudnya, kalau kita berkesempatan (atau terpaksa?)
menggunakan fasilitas toilet umum, dimanapun itu, pasti ada saja yang
dikeluhkan. Entah kebersihannya, ketersediaan airnya, lampu yang kurang terang,
atau juga segi keamanannya. Bahkan, kadang peralatan yang mestinya harus ada,
seperti keran air atau tempat cuci tangan, kadang malah tidak ada.
Begini, agar tidak bias -- dan
sebagai contoh -- saya sedikit berbagi cerita masalah toilet umum, yang menurut
saya kurang bagus perawatannya. Lokasinya, ada di lobby salah satu gedung
perkantoran di Jakarta, tempat saya bekerja. Sebagai fasilitas (umum) yang
diperuntukkan para karyawan (dan para tamu) yang berkantor di gedung ini,
secara umum memang bagus, baik dari segi perlengkapan maupun kebersihannya.
Tetapi, ada yang yang kurang diperhatikan. Keran air untuk toilet laki-laki
sering macet, sehingga saat ditekan tidak keluar airnya. Ini sangat mengganggu
dan memberi kesan 'kurang menyenangkan' bagi penggunanya. Anehnya, itu
berlangsung lebih dari dua bulan, tanpa ada tanda-tanda diperbaiki.
Ironis, karena untuk sebuah
gedung perkantoran, yang banyak dihuni pekerja ekspatriat, tidak seharusnya
toilet umumnya bermasalah. Pertanyaannya, kalau di gedung perkantoran yang
megah saja, masih belum maksimal dalam 'merawat' fasilitas umum, bagaimana
dengan toilet umum yang ada di pusat perbelanjaan, stasiun kereta, pasar
swalayan, ataupun terminal bus?
Pembaca pasti lebih tahu
jawabannya. Menurut perkiraan saya, jawabannya pasti tak jauh dari kesan kurang
menyenangkan. Yaitu -- jawaban yang mungkin paling banyak dilontarkan - adalah
masih minimnya perawatan dan pemeliharaan kebersihan. Serta, kurangnya
ketersediaan sarana pendukung, seperti air bersih, wastafel, tisue, gayung,
lampu penerangan dan (mungkin) juga keset. Satu hal, yang semua itu sering
dianggap lumrah, baik oleh pengelola maupun pengguna. Padahal, ketersediaan
peralatan tersebut, adalah demi menjamin kesehatan pemakaian.
Bayangkan, toilet umum yang
kurang bersih dan tidak terawat -- bisa juga dikatakan 'tidak sehat' -- pasti
akan menjadi sarang kuman dan bakteri pembawa berbagai macam penyakit, bagi
para penggunanya. Seperti, penyebab keracunan makanan (Salmonella listeria dan
bacillus), penyebab penyakit flue (Rhinovirus), penyebab infeksi diare pada
anak (Rotavirus), dan juga penyebab infeksi pernafasan (Respiratory syncytial
virus). Belum lagi jamur Candiada, yang menjadi penyebab penyakit pada area
kelamin, yang biasanya juga menular lewat toilet yang kotor.
Yang pasti, menurut hemat saya,
untuk mendapatkan toilet umum yang bersih dan berkualitas, diperlukan sebuah
perhatian khusus -- dan kesadaran tinggi -- dari semua pihak. Baik pengelola
dimana fasilitas itu berada, maupun masyarakat penguna fasilitas itu sendiri.
Ya, pengelola harus menyadari, bahwa toilet umum bukan hal sepele, yang tidak
sekedar dibuat dengan konsep 'yang penting ada'. Lebih dari itu, harus
diperhatikan segi kebersihan, kesehatan, dan kenyamanannya.
0 komentar:
Posting Komentar